Direktur PT Peputra Supra Jaya (PSJ), Sudiono, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Pelalawan, Selasa (8/8/17).
Pangkalankerinci, Madaniy – Persidangan Direktur PT Peputra Supra Jaya (PSJ), Sudiono, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pelalawan, Selasa (8/8/17). Dari tiga orang saksi yang diajukan, kali ini pengadilan mendengarkan keterangan saksi Muller Tampubolon, Direktur PT NWR.
Menurut Muller, selain merambah lahan milik negara, PT PSJ juga merambah lahan milik mereka seluas 5.418 hektare. PT NWR mengetahui adanya perambahan tersebut setelah dibentuk tim investigasi dan verifikasi oleh Bupati Pelalawan.
“Setelah mengetahui adanya perambahan itu, perusahaan kami pun menyurati Bupati dan Kemenhut pada 2006,” kata Muller dipersidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara SH MH, didampingi dua hakim anggota Andry Eswin Sugandi Oetara SH MH dan Rahmat Hidayat Batu-Bara SH MH,
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan, dalam persidangan putusan sela yang digelar Senin (31/7/17) menolak eksepsi yang diajukan pengacara Sudiono.
Majelis hakim menolak keberatan penasehat hukum terkait surat dakwaan yang dinilai tidak cermat karena tidak dapat menyebutkan secara tepat dan akurat tindak pidana yang dilakukan. “Majelis hakim berpendapat terkait hal tersebut dapat disebutkan secara alternatif antara kejadian dan akibatnya,” kata hakim I Dewa Sidi.
Majelis hakim juga menolak keberatan penasehat hukum terkait perkara a quo tidak termasuk dalam ranah hukum pidana. Hakim berpendapat bahwa hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara. Selain itu majelis mengesampingkan eksepsi-eksepsi lain karena tidak termasuk dalam eksepsi yang diatur dalam pasal 156 KUHAP.
Direktur PT Peputra Supra Jaya, Sudiono, diadili di Pengadilan Negeri Pelalawan, sejak Kamis (6/7/17) dalam kasus perambahan ribuan hektare lahan di kawasan Kabupaten Pelalawan, Riau.
Jaksa Novrika SH dan Himawan Aprianto Saputra SH dari Kejaksaan Negeri Pelalawan, dalam dakwaannya mengatakan bahwa perusahaan milik Maria dan Mariyana yang ditanggungjawabi oleh Sudiono telah melakukan perambahan lahan sejak 1995 lalu. Lahan tersebut kemudian ditanami pohon sawit. “Hasil panennya kini sebanyak enam ribu ton per bulan,” kata jaksa.
Lahan yang diserobot PT Peputra terpencar di beberapa tempat yang berdekatan. Selain lahan milik negara, ada juga yang tumpangtindih dengan lahan milik perusahaan lain. “Jumlah lahan yang tidak memiliki izin sebanyak dua ribu hektare.”
Menurut Dakwaan jaksa, perusahaan perkebunan sawit ini memang telah mengantongi izin untuk lahan seluas 1.288 hektare. Namun, meskipun kemudian menambah lagi luas kebun sawit sebanyak dua ribu hektare, izin yang dimiliki masih tetap tidak bertambah.
Pada Desember 2013 silam Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang waktu itu dijabat Zulkifli Yusuf, mengatakan PT Peputra Supra Jaya melakukan kegiatan nonprocedural, karena hingga saat ini kawasan yang mereka garap belum memiliki pelepasan hutan dari Kementerian Kehutanan RI.
Begitu pula dengan rekomendasi Gubernur Riau tanggal 30 November 1996 dan tanggal 9 Desember 1996 untuk PT Peputra Supra Jaya terkait kewajiban perusahaan ini untuk menyelesaikan perizinan yang diperlukan sesuai ketentuan berlaku sebelum menggarap kawasan perizinannya.
Selain itu, perusahaan ini juga menggarap lahan di luar areal yang direkomendasikan. Hal ini disebabkan areal yang dicadangkan untuknya seluas 9.400 hektare tidak dapat diusahakan sehingga areal yang dikerjakan bergeser ke arah selatan dan masuk ke dalam areal kerja IUPHHK-HTI PT Nusa Wana Raya.
Hal inilah yang menyebabkan Mabes Polri turun tangan dengan melakukan penyelidikan ke lahan PT Peputra Supra Jaya, dan memeriksa direktur perusahaan tersebut sehingga perkara ini kemudian bergulir ke pengadilan.
Mereka sempat diperiksa di Mapolres Pelalawan, kemudian dilanjutkan di Mabes Polri di Jakarta. Sebelumnya ada yang menjuluki mereka dikenal sebagai perusahaan yang tak tersentuh hukum.
Humas PT Peputra Jaya, Yana, mengakui kebenaran dakwaan jaksa tersebut. “Sudah 18 tahun kita mengelola lahan tersebut, tapi kok baru sekarang mereka persoalkan,” katanya.
Zulkarnain, pengacara PT Peputra Jaya mengatakan dalam kasus ini kliennya bukan tidak memiliki izin. “Sudah dilakukan proses pengurusan izin, namun terganjal dengan tumpang tindih lahan dan RTRW Riau yang belum juga selesai,” katanya.
Sementara Direktur PT Peputra Supra Jaya, Sudiono, yang menjadi terdakwa mewakili perusahaan, tak mau banyak berkomentar. “Kita ikuti saja sesuai hukum yang berlaku,” katanya.(tim*)