Ilustrasi
Pekanbaru, Madaniy.Com - Keberhasilan pencitraan Obama melalui sosial media, untuk menuju AS-1 telah menjadi pakem bagi para calon kepala daerah di Indonesia untuk meraih simpati pemilih.
Media sosial dinilai sebagai sarana efektif untuk sosialisasikan figur clon kepala daerah, seperti facebook, twitter dan lainnya. Media sosial ini dikelola dengan berbagai cara, ada yang profesional dan ada juga yang seadanya.
Namun Madaniy Research menilai, seperti kehebohan Pilwako Pekanbaru 2017 lalu di media sosial justru berperan penuh dalam menurunkan minat pemilih untuk berpartisipasi.
Alasannya, tingkat partisipasi pemilih pada Pilwako malah semakin turun dibandingkan Pilwako sebelumnya, bahkan legitimasi terhadap pasangan Walikota Terpilih tidak mencapai 20 persen total pemilik hak suara berdasarkan DPT.
"Saya jadi malas ikut memilih, begitu membaca profil para calon Walikota di sosmed. Mereka seperti manusia yang paling sempurna saja," kata Susanti, warga Tenayan Raya pada sebuah kesempatan.
Ditambahkan pegawai swasta ini, informasi yang diperoleh di medsos terlalu melebih-lebihkan keunggulan pasangan calon yang dipromosikannya.
"Yang mengelola sosmednya terkesan menganggap kami pengguna sosmed ini hanyalah orang bodoh yang tak kenal dengan figur calon mereka," ulas Susanti.
Padahal, ditambahkan Susanti, jika informasi tersebut ditampilkan secara obyektif rasional, mungkin akan lebih baik. "Semua pengguna sosmed juga tahu, ada cara untuk mengangkat klik sebuah info. Semua itu berbayar, kok. Ada duit, ada klik," katanya.
Lain dengan pendapat Andika, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru. Malah menjadi enggan berpartisipasi pada Pemilu pertamanya ini begitu mencoba memahami debat terbuka antar pendukung paslon di media sosial.
"Mereka berdebat seakan-akan tak peduli lagi sikap menghormati perasaan dan keyakinan orang lain yang ikut membacanya. Para timses itu kan tahu, semua pembicaraan itu terbuka di ruang publik, semua bisa baca. jadi mual saya membacanya,' kata Andika.
Simpatinya yang semula mulai tertuju pada satu pasangan calon, berubah menjadi kemuakan dan sikap apatis terhadap masa depan Kota Pekanbaru.
"Terserah pemilih lain sajalah, siapapun yang terpilih jadi pemimpin, nasib warga kota ini takkan juga berubah menjadi lebih baik. Saya tak ingin jadi bagian itu,' katanya.
Komentar dua nara sumber tersebut memang belum bisa menjadi sebuah judgment terhadap kondisi faktual Pilwako Pekanbaru yang baru lalu.
Namun bagi Madaniy Research hal ini patut menjadi pertimbangan para calon Kepala Daerah sebelum menggunakan media sosial sebagai sarana sosialisasi dirinya.
Jangan kemudia justru menjadi salah satu pendorong turunnya angka partisipasi pemilih, karena hingga September 2016 tercatat 88 juta pengguna facebook di Indonesia.
Rilis Madaniy Research