DR. dr. Elmi Ridar, SpA
Padany, MADANIY- Ternyata ada empat jenis mutasi gen globin beta pada pasien penyandang thalassemia beta dari suku Melayu Riau. Jenis mutasi gen itu perlu diketahui sejak awal, karena akan menjadi dasar dalam penata laksanaan pasien thalassemia ke depan.
Temuan tersebut diungkapkan dokter Elmi Ridar SpA, saat mempertahankan disertasi doktor di hadapan 13 tim dosen penguji Program Pascasarjana S3 Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas di Padang, Jumat (28/7).
Disertasi Dr Elmi berjudul “Hubungan Polimorfisme Gen Globin Beta dengan Derajat Keparahan Manifestasi Klinis Thalassemia Beta pada Suku Melayu Riau.
Dalam sidang terbuka itu, dokter ahli kanker dan darah anak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tersebut, berhasil meraih nilai sangat memuaskan.
Tim penguji disertasi terdiri dari promotor Prof Dr dr Ellyza Nasrul SpK(K), serta duaco-promotor Prof Dr Sumaryati Syukur MSc dan Dr dr Susi Susanah SpA(K) MARS. Selanjutnya Prof Dr dr Yanwiraswati PA, Prof Dr dr Eryati Darwin PA, Dr dr Hafni Bachtiar MPH, Dr Djong Hon Tjong,dan Prof Dr Irwandi MSc.
Lima penguji lainnya ialah Dr dr Syamsul Bahri SpOG, Dr dr Irza Wahid SpPD, Dr dr Kiki Nilakusuma MBiomed, dan Dr dr Aisyah Eliyanti.
Prof Dr Irwandi MSc (jas abu-abu) guru besar pada salah satu kampus terkemuka di Malaysia turut menguji kekuatan desertasi dr Elmi Ridar
DR Elmi memaparkan, thalassemia beta ialah kelainan genetik pada sel darah merah (eritrosit)akibat tidak diproduksinya rantai globin beta, sehingga jumlah sel darah merah berkurang dan menyebabkan anemia. Dengan kondisi demikian, seorang penyandang thalassemia, setiap bulan harus melakukan transfusi darah, sepanjang hidupnya.
Thalassemia merupakan penyakit keturunan (herediter). Di Indonesia saat ini angka kejadian penduduk pembawa sifat thalassemia beta mencapai 3-10%. Jumlah penyandang thalassemia di Indonesia mencapai 8.000 orang. Sementara di RSUD Arifin Achmad saat ini terdapat 175 penyandang thalassemia mayor, yang wajib melakukan transfusidarah rutin.
Menurut Penanggung jawab Thalassemia Center RSUD Arifin Achmad ini, penyebab rantai globin (tidak diproduksi), ialah karena terjadinya mutasi gen globin beta. Saat ini di dunia terdapat lebih dari 200 jenis mutasi gen globin beta tersebut, dan biasanya berbeda-beda pada setiap ras dan suku bangsa. Inilah yang menjadi alasan mengapa penelitian terhadap pasien suku Melayu Riau ini dilakukan.
“Pada penyandang thalassemia dari suku Melayu Riau, saya menemukan ada empat jenis mutasi gen globin beta ini,” ujarnya.
Penelitian dilakukannya terhadap 68 anak penyandang thalassemia dari suku Melayu Riau, yang datang berobat ke Thallasemia Center RSUD Arifin Achmad sepanjang Juni 2016 - Februari 2017. Mereka sebagian besarlaki-laki (54,8%), berusia 5-20 tahun (80%), berpendidikan SD-SMA (72,04%), dan 66,17% merupakan penderita thalassemia minor HbE (thalassemia yang berat).
Dalam penelitiannya, DR Elmi menemukan ada empat jenis mutasi gen globin beta pada penyandang thalassemia suku Melayu Riau. Keempat jenis mutasi tersebut ialah: Cd 26 (mutasi G ke A) sebanyak 41 orang sampel (60,29%), IVS 1 nt5 (mutasi G ke C) 40 orang (58,82%), serta IVS 1 nt1 (mutasi G ke T), dan IVS 1 nt2 (mutasi T ke C) masing-masing 5 orang (7,35%).
Menurut ibu empat anakitu, keempat jenis mutasi gen ini tidak berbeda dengan yang ditemukan pada para penyandang thalassemia suku lain seperti Jawa, maupun suku Melayu di negara lain seperti Malaysia. Hanya saja dari sisi persentase, pada suku Melayu Riau sedikit lebih tinggi.
Pemaparan desertasi dr Elmi Ridar mendapat predikat sangat memuaskan dari timpenguji.
“Meski tidak berbeda, namun temuan ini sangat besar artinya karena bisa dijadikan dasar dalam penatalaksanaan atau penanganan para penyandang thalassemia suku Melayu Riau kedepan,” ujar Dr Elmi yang juga dosen di FK Universitas Riau itu.
Artinya, lanjut dia, dengan diketahuinya mutasi ini, kita bisa memberikan konseling genetic kepada pasien dan keluarganya. Bahwa pada diri yang bersangkutan, ditemui mutasi gen yang kelak bisa diturunkan ke anak-anaknya. Konseling genetic diperlukan agar tidaklahir lagi anak-anak thalassemia. Begitu juga, bagi para pengambil kebijakan, temuan ini diharapkan dapat mendukung program penyuluhan dan pencegahan thalassemia, terutama untuk kaum remaja sebelum memilih pasangan hidupnya.
Pada penelitian ini juga ditemukan, bahwa derajat keparahan manifestasi (gejala) klinis thalassemia beta, sebagian besar berada pada level sedang. Tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara polimorfisme(kemunculan lebih dari satu bentuk) gen globin beta dengan derajat keparahan gejala klinis tadi.(rdh)