Selebrasi Juara Kompetisi EPA 2022/2023 lalu (Foto: Tribunnews.Com)
HARI ini Sabtu 30 September 2023, Elite Pro Academy mulai bergulir, kompetisi yang dihelat PT Liga Indonesia Baru ini mengklaim jika peserta kompetisi ini adalah akedemi milik klub Liga 1. Benarkah?
Dari sejumlah pemberitaan di media, terungkap jika hampir sebagian besar kontestan Liga 1 menggelar seleksi calon pemain untuk mengikuti EPA.
Lalu, timbul sebuah pertanyaan apakah selama ini kontestan Liga 1 tersebut benar-benar memiliki akademi atau tidak?
Meski tak memiliki data base akademi yang dibina langsung oleh klub-klub yang digadangkan sebagai yang terbaik saat ini di tanah air, namun penulis merasa miris dengan kondisi faktual yang berlangsung.
Klub Liga 1 yang notabene langsung dibawah pantauan PSSI, justru mencari pemain yang siap pakai ke daerah-daerah, yang memenuhi persyaratan akan didaftarkan sebagai pemain dari akademinya.
Lalu, tanpa kontribusi yang jelas kepada Sekolah Sepak Bola (SSB) yang telah mendidik si pemain, dengan seenaknya klub-klub tersebut mengklaim para pemain tersebut sebagai binaannya.
Pelatih dan pengasuh SSB yang selama ini melatih dan membentuk talenta si pemain, hanya bisa gigit jari melihat anak asuhnya bergabung dengan nama-nama besar tersebut.
Memang, secara harfiah mereka bangga atas capaian anak asuhnya tersebut, namun disisi lain, mereka tak mendapatkan kontribusi yang jelas sebagai bekal pengembangan SSBnya.
Padahal, dalam sistem pendataan pemain, PSSI memiliki data dan rekam jejak pemain, selagi mereka mengikuti kompetisi resmi PSSI di kelompok usia muda Piala Soeratin.
Kalau memang klub-klub Liga 1 dan Liga 2 benar-benar memiliki rasa tanggungjawab untuk membangun sepak bola nasional, hendaknya akademi tersebut benar-benar dilaksanakan.
Pembinaan berjenjang mulai dari kelompok usia dini, muda, remaja hingga senior. Artinya, pembinaan tersebut benar-benar dilaksanakan, jangan hanya bergelut dalam hingar bingarnya kompetisi senior.
Dan, sejauh ini produk dari kompetisi EPA juga menjadi pertanyaan, mau dibawa kemana talenta-talenta tersebut setlah menjalani kompetisi, oleh pimpinan klub-klub tersebut?
Apakah dibubarkan dan kembali ke kampung halaman masing-masing, atau ada keberlanjutan pembinaan di level klub? Rasanya, para pemain dipulangkan kembali, karena mayoritas klub hanya fokus pada kompetis senior, dengan alasan finansial.
Sebuah ironi pembinaan kelompok usia dini dan muda di tanah air, PSSI hanya bisa meracau dengan klaim telah melakukan pembinaan usia dini dan muda, meski faktanya mereka menutup mata atas ketidak jujuran klub-klub Liga 1.
Banyak solusi yang bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih bermartabat oleh klub-klub Liga 1, sayangnya pada umumnya mereka menutup mata dengan beragam alasan pembenaran terhadap langkah taktis dalam memenuhi regulasi PSSI dan AFC.
Seharusnya PSSI bersikap tegas terhadap klub-klub tersebut, dan memberi ruang kepada klub-klub yang memiliki akademi untuk mengikuti EPA, meski klub tersebut berada pada kasta terendah (Liga 3, red) kompetisi nasional.
Sehingga, kontestan EPA, benar-benar diikuti oleh seluruh Akademi Sepak Bola yang ada di tanah air. Dan klub-klub Liga 1 bisa berkata jujur atas kondisi klubnya masing-masing.
Penulis
Yuki Chandra
Mantan Wartawan Tabloid BOLA